Selasa, 24 November 2015
bisa apa ?
Memang terlalu
indah bila harus dikenang
Semua yang di lewati, semua kenangan itu
Tapi, seperti
apapun usaha yang dilakukan kalau tidak ditakdirkan
bisa apa ?
saat memulai, maka jangan takut kalau harus mengakhirinya
menangislah kalau ingin menangis, karena Percayalah
tidak perlu sibuk mencari pengganti dirinya, tetapi memperbaiki diri lah yang
harus kita lakukan saat kita merasa dikhianati.
percayalah, dan tersenyumlah.
Label:
Motivasi
samarinda kalimantan timur
Harapan Baru, Kec. Loa Janan Ilir, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia
Selasa, 21 April 2015
Pemerintahan Desa
Pemerintahan Desa
a.
Pemerintahan
desa : Kegiatan dalam rangka penyelenggaraan yang dilaksanakan oleh
pemerintahan desa dan pemerintah kelurahan.
b.
Desa
: Suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik
Indonesia.
c.
Kelurahan
: Suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung dibawah camat yang tidak berhak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri.
d.
Hak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri : dalam penjelasan umum Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1979 : Hak menyelenggarakan rumah tangganya ini bukan hak otonomi
sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974tentang pokok-pokok
pemerintahan daerah. Pada hakikatnya
1)
Otonomi
Desa adalah
-
Tumbuh
di dalam masyarakat
-
Diperoleh
secara tradisional
-
Bersumber
dari hukum adat
2)
Otonomi
Daerah
-
Sebagai
pendistribusian kewenangan dari pemerintah diatasnya
-
Diperoleh
secara formal
-
Pelaksanaannya
dengan peraturan perundang-undangan
e.
Bayu
Suryaningrat dalam “Desa dan Kelurahan” berpendapat
1)
Otonomi
pada daerah otonom tingkat I dan tingkat II berasal dari pemerintahan pusat
dalam rangka kebijaksanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
2)
Otonomi
desa berasal dari adat dan sudah ada atau melekat sejak terbentuknya desa itu,
karena itu pula, meskipun desa memiliki otonomi, tetapi tidak merupakan daerah
otonom
3)
Daerah
otonom hanya ada dua tingkatan yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II
4)
Desa
adalah tetap merupakan bagian dari wilayah kecamatan yang tidak menjadi daerah
otonom maupun wilayah administratif meskipun memiliki sifat otonom maupun
memiliki sifat administratif
f.
Selanjutnya
pendapat Taliziduhi dalam Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa
1)
Bukan
daerah otonom seperti yang di maksudkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
pasal 3
2)
Bukan
suatu satuan wilayah seperti dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pasal 72
3)
Desa
berhak mengatur rumah tangganya sendiri atau desa yang msyarakatnya merupakan
kesatuan masyarakat hukum adat tertentu disebut desa dalam arti sempit
4)
Desa
yang bukan desa otonom disebut Kelurahan
Marilah kita perhatikan pasal-pasal berikut :
Pasal 3 undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 menyebutkan;
Ayat (1) dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun
Daerah Tingkat I dan Daerah tingkat II
Ayat (2) Perkembangan dan pengembangan otonomi selanjutnya
didasarkan pada kondisi politik, ekonomi sosial budaya serta pertahanan dan
keamanan nasional
Pasal 72 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Ayat (1) dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam wilayah-wilayah Propinsi dan Ibukota
Negara
Ayat (2) wilayah Provinsi dibagi dalam wilayah-wilayah Kabupaten
dan Kotamadya
Ayat (3) wilayah-wilayah Kabupaten dan Kotamadya dibagi dalam
wilayah-wilayah kecamatan
Ayat (4) Apabila dipandang perlu sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangannya dalam wilayah kabupaten dapat dibentuk kota administratif yang
pengaturannya ditetapkan oleh peraturan pemerintah
DAPTAR
PUSTAKA
Widjaja,
HAW. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, Raja Grafindo Persada,
Jakarta. 2002.
Jumat, 20 Maret 2015
(kisah teladan) Nabi Musa dan Seekor Burung Elang
Nabi Musa dan Seekor Burung Elang
Pada suatu hari Nabi Musa
keluar dan berjalan-jalan bersama dengan Yusa’ bin Nun. Tiba-tiba ada seekor
burung putih yang hinggap dipundak Nabi Musa, dan burung itu berkata, “Wahai
Nabi Allah, lindungilah aku dari pembunuhan hari ini.”
Nabi Musa berkata, “Dari siapa?”
Jawab burung itu, “Dari burung elang yang mau memangsaku.”
Burung putih itupun masuk kelengan Nabi Musa. Dan tidak beberapa
lama datanglah burung elang terbang dan menghadap Nabi Musa dan berkata, “Hai
Nabi Musa, janganlah engkau menghalangi aku dari buruanku.”
Kata Nabi Musa, “Aku akan menyembelih seekor kambingku untukmu
sebagai gantinya.”
Jawab burung elang, “Daging kambing tidak cocok bagiku.”
Selanjutnya burung elang itupun berkata, “Sebagai gantinya, aku
ingin memakan kedua matamu saja.”
Jawab Nabi Musa, “Baiklah kalau demikian.”
Kemudian Nabi Musa tidur telentang, dan datanglah burung elang itu
hinggap di dada Nabi Musa dan hendak mematuk dua matanya dengan paruhnya.
Melihat yang demikian itu, Yusa’ bin Nun berkata, “Wahai Nabi Allah,
apakah engkau menganggap enteng dua mata engkau, hanya karena urusan burung ini
saja?”
Maka burung putih itu terbang dari lengan baju Nabi Musa dan burung
elangpun mengejarnya.
Akhirnya kedua burung itupun kembali menghadap kepada Nabi Musa,
seraya berkata seekor diantara keduanya, “Aku sebenarnya adalah Malaikat Jibril
dan kawanku ini adalah Malaikat Mikail. Tuhanmu telah menyuruh kami untuk
mencoba kepadamu bisa bersabarlah engkau terhadap qadha Tuhanmu atau tidak.” (Di
kutip dari “1001 Kisah-kisah Nyata” karya Ahmad Sunarto)
Pelajaran Hidup. Kisah diatas memberikan dua pelajaran yang sangat
penting kepada kita, yaitu:
Setiap dari kita berkewajiban untuk menolong (membantu) orang lain
yang sedang berada dalam kesulitan. Karena siapapun yang mau menolong
saudaranya yang berada dalam kesulitan, niscaya Allah akan menolong dirinya
saat berada dalam kesulitan. Bahkan kita pun diperintahkan untuk mengasihi
makhluk Allah yang lain, seperti binatang dan tumbuhan.
Setiap kita, orang beriman, harus bersabar dan rela terhadap qadha
(Keputusan) Allah. Apapun yang menjadi keputusan Allah kita harus mampu
menerimanya dengan ikhlas. karena kita, manusia, hanya berkewajiban untuk
berikhtiar dan berusaha, tetapi keputusan akhir akan tetap ada di tangan-Nya.
Karena itu, kita harus menyandarkan dan menyerahkan segala sesuatunya kepada
Allah. Ajarilah dirimu untuk menerima segala qadha (keputusan) Allah dengan
ikhlas, niscaya engkau tidak akan pernah merasa gundah dan kecewa, apalagi sampai
merasa stres dan putus asa.
(Mutiara Hikmah Saiful Hadi El-Jutha)
Kamis, 19 Maret 2015
Istri
Istri
adalah pakaian suami, dan sebaliknya, suami juga adalah pakaian dari istri. Karenanya,
masing-masing dari suami-istri harus mampu menjadi pakaian yang bisa
menghangatkan dan menutupi aurat (kekurangan) pasangannya. Seorang istri adalah
orang yang paling berperan besar dalam menentukan sukses dan mengarahkan
kehidupan seorang suami. Istri yang shaleha akan mampu menjadi pelipur lara
saat suami dilanda duka lara. Ia akan menjadi penenang saat suami dirundung
kecemasan dan kegelisahan. Ia akan menjadi penopang di saat suami dilanda kelemahan
dan keputusasaan. Ia akan menjadi selimut yang memberikan kehangatan saat suami
diliputi kepenatan. Ia akan menjadi penasehat sejati saat suami melakukan
kesalahan dan kekhilafan, dan seterusnya. Istri akan selalu menjadi insfirasi
bagi seorang suami.
Itulah mengapa Rasulullah menyatakan, “Dunia ini adalah
perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita (istri) yang shaleha.”
(H.R. Muslim)
Dalam kesempatan yang lain, beliau juga menyatakan: “Dunia ini
tidak lain hanyalah perhisan semata. Dan tiada satupun dari perhiasan dunia ini
yang lebih utama dibandingkan dengan wanita (Istri) yang shalehah.” (H.R.
Ibnu Majah) Bahkan, sebagai wujud penghormatan kepada istri yang shaleh, beliau
menegaskan: “Barangsiapa yang diberikan rezeki oleh Allah berupa istri yang
shalehah, niscaya Allah telah membantunya (dengan memberinya istri shalehah
itu) atas separuh agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
mengupayakan separuhnya lagi.” (H.R. Al-Hakim)
Dalam Al-Qur’an, dengan tegas Allah berfirman, “Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S.
Ar-Rum: 21)
(Mutiara Hikmah Saiful hadi El-Jutha)
Rabu, 18 Maret 2015
Ketika Abu Nawas Merasa Lebih Kaya dari Allah
Ketika Abu Nawas Merasa
Lebih Kaya dari Allah
Ingat
Abu Nawas? Tokoh kocak yang populer dalam kisah “1001 Malam” dari Dinasti
Abbasiyah! Tokoh jenaka ini sangat disukai oleh Khalifah Harun Al-Rasyid,
karena humor-humornya yang cerdik dan jenaka. Karenanya, di sela-sela kesibukannya
sebagai raja yang adil dan bijaksana, Khalifah Harun Al-Rasyid sering
mengundang Abu Nawas, hanya untuk bercanda menyegarkan kembali pikirannya.
Sebagai rakyat kecil, Abu Nawas sering menyelipkan kritiknya lewat
humor-humor jenaka hingga mesti mengena, tetapi khalifah tak bisa marah
dibuatnya. Seperti dalam kisah berikut ini:
Alkisah, pasar Baghdad yang merupakan tempat ramai orang berdagang,
tiba-tiba menjadi heboh gara-gara celotehan Abu Nawas. “Kawan-kawan, hari ini
saya sangat membenci perkara yang haq, tetapi menyenangi yang fitnah. Hari ini
saya menjadi orang yang kaya, bahkan lebih kaya daripada Allah,” ujar Abu
Nawas.
Omongan Abu Nawas ini sangat aneh karena selama ini dia dikenal
sebagai orang yang alim dan bertaqwa, meskipun memang suka bersikap jenaka. Karuan
saja polisi kerajaan menangkapnya, dan menghadapkannya kepada Khalifah Harun
Al-Rasyid.
“Hai Abu Nawas, benarkah engkau berkata begitu?” tanya sang
khalifah.
“Benar Tuan,” Jawab Abu Nawas kalem.
“Mengapa engkau berkata begitu, sudah kafirkah engkau?”
“Ah saya kira Khalifah juga seperti saya. Khalifah juga pasti
membenci perkara yang haq,” ujar Abu Nawas dengan mimik serius.
“Gila benar engkau!” bentak khalifah mulai marah.
“Jangan keburu marah dulu Khalifah, dengarkan dulu keterangan saya,”
kata Abu Nawas meredakan kemarahan sang khalifah.
“Keterangan apa yang ingin engkau dakwahkan. Sebagai seorang
muslim, aku membela dan bukan membenci, kamu harus tau itu!” ujar khalifah.
“Tuan, setiap ada orang yang membacakan talqin saya selalu
mendengar ucapan bahwa mati itu haq dan neraka itu juga haq. Nah siapakah
orangnya yang tak membenci mati dan neraka yang haq itu? Tidakkah Khalifah juga
membencinya seperti aku?” katanya.
“Cerdik pula kau ini,” ujar khalifah setelah mendengar penjelasan
dari Abu Nawas.
“Tapi apapula maksudmu menyenangi fitnah?” tanya sang khalifah menyelidik.
“Sebentar, khalifah barangkali lupa bahwa di dalam Al-Qur’an Al-Karim
disebutkan, bahwa harta benda dan anak-anak kita ini fitnah. Padahal Khalifah
menyenangi harta dan anak-anak seperti saya. Benar begitu Khalifah?”
“Ya, memang begitu, tetapi, mengapa kau mengatakan lebih kaya
dibanding Allah yang Maha Kaya?” tanya Khalifah Harun Al-Rasyid.
“Saya lebih kaya dari Allah, karena saya mempunyai anak, sedang
Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan.”
“itu memang benar, tetapi apa maksudmu berkata begitu ditengah
pasar sehingga membuat keonaran?” tanya sang khalifah.
“dengan cara begitu, saya akan di tangkap dan kemudian dihadapkan
kepada Khalifah seperti sekarang ini,” Jawabnya kalem.
“Apa perlunya kau menghadap saya?”
“Agar bisa mendapat hadiah dari Khalifah,” jawab Abu Nawas tegas.
“Dasar kau memang orang cerdik,” komentar khalifah.
Sidang yang pada mulanya tegang untuk mengadili Abu Nawas itu,
menjadi penuh gelak tawa. Tak lupa Khalifah Harun Al-Rasyid pun menyerahkan
uang sebagai hadiah kepada Abu Nawas, dan menyuruhnya pergi meninggalkan
istana. Ngeloyorlah Abu Nawas sambil menyimpan uang dinar di sakunya.
“Alhamdulillah dapat rezeki,” gumamnya. (Dikutip dari buku “1001
Kisah-kisah Nyata 3” Ahmad Sunarto)
Pelajaran Hidup
Melalui celotehannya, Abu Nawas ingin mengajarkan tiga hal pokok
yang harus kita yakini dalam hidup: kebanyakan manusia itu membenci sesuatu
yang haq (benar; pasti terjadi), padahal mereka tidak akan pernah bisa
menghindarkan diri darinya. Karena itu, tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali
harus senantiasa mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya perkara yang haq
tersebut dengan baik. Bukankah kematian adalah haq, surga dan neraka adalah
haq, hari kiamat adalah haq, dan kehidupan akhirat pun haq? Lalu, apa yang
telah kita persiapkan untuk menyambutnya?
Kehidupan dunia dengan segala gemerlapnya tidak lain adalah ujian
(fitnah) dari Allah. Siapa yang sanggup melepaskan diri dari bujuk rayu gemerlap
duniawi, niscaya dialah orang yang akan memperoleh bahagia di sisinya. Sebaliknya,
orang yang tergoda oleh gemerlap kehidupan dunia, kemudian ia menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk mengejar kehidupan duniawi, niscaya dialah orang
yang akan celaka. Mengapa? Karena dunia dengan segala gemerlapnya adalah sekdar
kenikmatan yang semu dan menipu. Ia adalah sesuatu yang fana, yang akan segera
sirna dalam sekejap mata. Allah telah berfirman, “kehidupan dunia itu tidak
lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Q.S. Ali Imran: 158) “Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah
kamu memahaminya?” (Q.S. Al-An’am: 32)
Allah itu tunggal, Maha Esa. Dia tidak beranak dan diperanakkan. Karenanya,
jika ada orang yang menyatakan bahwa Allah itu beranak dan diperanakkan, atau
menyatakan ada Tuhan lain selain Allah, maka ia telah terjatuh dalam perbuatan syirik.
Kita harus senantiasa mentauhidkan Allah, dengan beriman dan beribadah
kepadanya sepenuh hati. Karena Allahlah satu-satunya Tuhan yang harus kita
sembah. “Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa, Allah Adalah Tuhan yang
bergantung kepadanya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”(Q.S.
Al-Ikhlas:1-4)
(Barangsiapa yang diberikan rezeki oleh Allah berupa istri yang shaleha,
niscaya Allah telah membantunya atas separuh agamanya)
(Mutiara Hikmah Saiful Hadi El-Sutha)
Langganan:
Postingan (Atom)